Bagaimana Jika Tunanetra Menggunakan Aplikasi Digital Dalam Proses Kencan?

@bravocado
bravocado
Published in
5 min readOct 19, 2018

--

Pernah suatu waktu ketika sedang berbincang-bincang dengan seorang teman — sebut saja Daus Gonia — muncul sebuah pertanyaan:

“Gimana ya rasanya tunanetra dalam proses kencan?”

Ah, menarik menurut saya. Tak berapa lama setelah pertanyaan itu muncul, saya juga menemukan artikel dari Vice terkait hal tersebut. Lumayan terpecahkan sih, yang masih tersisa di pikiran adalah “bagaimana jika proses kencan modern diaplikasikan pada tunanetra?”. Dengan latar belakang receh tersebut, saya memutuskan untuk memperdalam keisengan saya.

Abstrak

Sebelum sampai pada kencan, ada proses komunikasi yang intensif terhadap lawan jenisnya. Ada anggapan bahwa tunanetra dikecualikan dari lingkungan sosial yang mengakibatkan proses komunikasi menjadi berkurang sehingga mengakibatkan sulitnya tunanetra dalam menjalankan proses tersebut. Bagaimana proses tersebut jika diaplikasikan pada media digital? Apakah tunanetra mengalami kesulitan untuk menjalankan proses tersebut?

Media

Saya memilih Tinder sebagai media saya untuk proses ini karena Tinder dikhususkan untuk menemukan sebuah pertemanan baru. Adapun alasan lain saya menggunakan Tinder karena kemudahan dalam mengambil sample, baik dari jarak, umur, dan gender. Kemudahan lainnya tentu dari user experience-nya yang hanya tinggal geser kanan dan kiri.

Persona

Saya memutuskan membentuk sebuah persona khusus untuk tunanetra. Ada beberapa pertimbangan dalam membentuk persona ini:

  1. To the point dalam menggambarkan persona ini adalah tunanetra.
  2. Genderless untuk menghindari gender bias.
  3. Menunjukan tujuan atau motif.

Deskripsi profil: This is how i see the world. What is the definition of love for me? Swipe right to find out more!

Dengan foto profil:

slide 1 sampai slide 3
slide terakhir untuk penjelasan.

Penggunaan foto profil tersebut ditujukan untuk penyaringan sample yang memang mengerti bahwa profil ini dengan persona tunanetra. Foto profil tidak menggunakan foto wajah untuk menghindari bias fisik. Dan ini menjadi resiko eksperimen ini juga mengalami bias. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa kecocokan kriteria fisik menjadi hal pertama yang dicari. Umur dari persona ini juga dicocokan dengan jarak sample. Karena sample saya ada di 18–31 tahun, maka umur dari persona ini mengambil nilai tengah di 24 tahun (catatan: memungkinkan terjadinya bias pada umur).

Pengaturan Umum

Dalam mengambil sample saya hanya menggunakan 1 lokasi, 1 jarak maksimal dan 1 jarak umur dan jumlah swipe yang sama, tanpa swipe left.

  1. Lokasi di Karang Tengah, Tangerang
  2. Jarak maksimal 31 KM
  3. Jarak umur 18–31
  4. Jumlah swipe 270

Yang membedakan dari pengaturan umum ini adalah tanggal saya menggunakan profil ini. Untuk sample wanita, saya ada di tanggal 16–17 Oktober 2018 (Selasa-Rabu). Dan untuk sample pria saya ada di tanggal 18–19 Oktober 2018 (Kamis-Jumat).

Hasil

Saya membagi menjadi 3 kategori: match rate, response rate, dan interest rate. Match rate adalah persentase dari jumlah swipe dengan jumlah pengguna yang match. Response rate adalah persentase dari jumlah match dengan jumlah pengguna yang mersepon profil tunanetra. Dan interest rate adalah persentase dari kuesioner yang dikategorikan dia tertarik dengan profil tunanetra dari jumlah yang merespon. Funneling ini dilakukan karena memang ada kemungkinan pengguna salah swipe right atau melakukan swipe right semua profil yang dilihat.

Dalam presentase, jumlah match rate 22,22%, response rate 40,00%, dan interest rate 58.33%

Dalam presentase, jumlah match rate 4,81%, response rate 53,85%, dan interest rate 71,43%

Terlihat bahwa dari match rate, tunanetra berjenis kelamin pria lebih kecil daripada tunanetra berjenis kelamin wanita. Hal ini bukanlah hal yang aneh, ada beberapa jurnal dan artikel yang saya cantumkan di catatan kaki. Namun yang menarik adalah interest rate pada kedua hasil. Tunanetra berjenis kelamin pria lebih besar kemungkinannya mendapatkan ketertarikan untuk berkomunikasi dengan lawan jenisnya. Sedangkan pada tunanetra wanita adalah sebaliknya.

Sebenarnya saya sangat ingin melakukan lanjutan dari eksperimen ini agar datanya lebih lengkap. Saya tidak memiliki data match rate, response rate dan interest rate dari yang bukan penyandang disabilitas. Sehingga saya tidak bisa membandingkan jarak perbedaan antara kedua kasus. Untuk keperluan diskusi, saya pernah menggunakan profil genderless juga tapi hanya sebagai pria. Dengan berbagai macam eksperimen saya pernah menyentuh 42% match rate. Tapi tentu dengan pengaturan yang berbeda. Maka sepertinya saya tidak bisa membandingkan dengan profil tersebut. Mungkin jika ada waktu iseng lainnya, saya ingin melakukan eksperimen itu untuk selanjutnya. Atau adakah yang sudah bereksperimen dengan profil dan pengaturan serupa?

Ada hal yang menarik dalam eksperimen kali ini. Beberapa kali saya dapat pertanyaan “emang mungkin tunanetra main smartphone?”. Mungkin! Mereka menggunakan screen reader untuk membantu mereka dalam menggunakan teknologi yang kalian pakai sekarang. Fungsi screen reader ini adalah untuk membacakan apa yang ada di layar. Untuk mengetik? Ketika keyboard muncul dan pengguna menyentuh keyboard-nya, screen reader membacakan juga apa huruf apa saja yang diketik oleh pengguna.

Konklusi

Walaupun kesempatannya masih terbilang kecil, dapat saya simpulkan kemungkinan untuk profil tunanetra berkomunikasi dengan lawan jenisnya dengan menggunakan aplikasi pertemanan seperti Tinder tetap ada sehingga kesempatan ini bisa digunakan untuk proses selanjutnya. Di sisi lain, semoga dengan eksperimen singkat ini angka inklusi sosial terhadap disabilitas bisa meningkat. Baik dari dalam lingkungan sosial digital ataupun yang lainnya.

Catatan Kaki

  1. Beginilah Proses Kencan Seorang Difabel Penyandang Tuna Netra” — Vice — https://www.vice.com/amp/id_id/article/kzxpjn/how-dating-works-when-youre-living-with-blindness
  2. “ A First Look at User Activity on Tinder” — Gareth Tyson, Vasile C. Perta, Hamed Haddadi, Michael C. Setohttps://arxiv.org/abs/1607.01952
  3. “Tinder Experiments II: Guys, unless you are really hot you are probably better off not wasting your time on Tinder — a quantitative socio-economic study” — Worst Online Dater — https://medium.com/@worstonlinedater/tinder-experiments-ii-guys-unless-you-are-really-hot-you-are-probably-better-off-not-wasting-your-2ddf370a6e9a
  4. Men Vs. Women: Tinder Experiment Shows Gender Disparity On Dating Apps” — Elite Daily — https://www.elitedaily.com/social-news/men-women-tinder-experiment/1310866

--

--

Some superficial nerd, with an artificial sense of humor | Computer and Social Science | Social Inclusion